Hasildari kajian ini di lihat dari perbedaan dan persamaanya, yaitu ulama Hanafi, berpendapat bahwa untuk perkawinan anak kecil baik sehat akal ataupun tidak sehat akal diwajibkan adahnya wali yang akan mengakadkan perkawinannya, sedangkan perempuan yang sudah dewasa dan sehat akalnya dapat melangsungkan sendiri akad perkawinannya tanpa adahnya wali, ulama

Ilustrasi perbedaan 4 mazhab. Foto Leila Ablyazova/ShutterstockUmat Muslim menjadikan mazhab sebagai rujukan dalam mengamalkan ajaran Islam, khususnya hal-hal yang berkaitan dengan fiqh. Ada empat mazhab yang paling banyak dianut umat Muslim, yaitu mazhab Maliki, Syafi’i, Hambali, dan banyak perbedaan pendapat menurut empat mazhab itu dalam menentukan hukum fiqh, misalnya cara berwudhu, rukun sholat, perkara yang membatalkan sholat, dan lain Badriyyah dan Ashif Az Zafi dalam jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman menjelaskan, perbedaan 4 mazhab tersebut terjadi karena perbedaan latar belakang, zaman, serta pemikiran dan prinsip dari masing-masing imam mazhab. Meski demikian, keempat mazhab dalam Islam tetap merujuk pada kaidah keilmuan, seperti tafsir ushul al-fiqh dan hadits. Lalu, apa saja perbedaan 4 mazhab dalam menentukan hukum Islam? Simak penjelasannya berikut 4 MazhabIlustrasi mendekap Al Quran. Foto Shutterstock1. Mazhab MalikiMazhab Maliki merupakan pengikut Malik bin Annas alias Imam Maliki. Beliau dikenal luas di kalangan ulama sebagai seorang ahli hadits dan fikih Imam Maliki tertuang dalam kitabnya yang berjudul al-Muqaththa’. Mengutip buku Hukum Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia oleh Dr. Achmad Irwan Hamzani, kitab tersebut tak hanya mengandung hadits-hadits, tetapi juga pemikiran fikih Imam Maliki dan metode pada Al-Quran dan sunnah, mazhab Maliki juga merujuk pada ijma’ sahabat dan tradisi penduduk Madinah dalam menentukan hukum fiqh. Kedudukannya dinilai sama, bahkan terkadang dianggap lebih tinggi dari Maliki beralasan, fatwa sahabat dan tradisi penduduk Madinah pada zamannya adalah bagian dari sunnah Rasulullah SAW dan termasuk al-mashlahah al-mursalah, yaitu jenis kemaslahatan yang tidak disebutkan syariat apakah diakui atau ada sekitar 25 persen umat Muslim di seluruh dunia yang menganut mazhab Maliki. Sebagian besar dari mereka berasal dari negara-negara Afrika Barat dan Mazhab Syafi’iMuhammad bin Idris al-Syafi’i alias Imam Syafi’i adalah pendiri mazhab ini. Beliau adalah ulama fikih terpandang yang diakui sesama ulama pada zamannya. Prinsip dasar mazhab Syafi’i dapat dilihat dalam kitab ushul fiqh Al-quran. Foto FOTOKITA/ShutterstockAl-Quran menjadi sumber hukum pertama yang digunakan Imam Syafi’i dalam menetapkan hukum Islam. Jika tidak ditemukan, ia akan melihat sunnah Nabi Muhammad jawabannya tidak ditemukan juga, ijma’ sahabat dijadikan sumber rujukan berikutnya. Ijma’ yang diterima Imam Syafi’i sebagai landasan hukum hanya ijma’ sahabat, bukan ijma’ yang didasarkan pada kesepakatan seluruh mujtahid pada masa dalam ijma’ tidak juga ditemukan hukumnya, mazhab Syafi’i menggunakan qiyas. Namun, ini benar-benar menjadi pilihan terakhir sehingga pemakaiannya tidak begitu penganut mazhab Syafi’i tersebar di benua Asia dan Afrika, seperti Turki, Iran, Irak, Suriah, Mesir, Somalia, Yaman, Indonesia, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Singapura. Di Malaysia dan Brunei, Syafi'i menjadi mazhab resmi yang dianut masyarakat Mazhab HambaliMazhab Hambali merupakan aliran mazhab yang mengikuti pemikiran pendirinya, yaitu Ahmad bin Hambal atau Imam Hambali. Mazhab ini merupakan mazhab yang dianut mayoritas masyarakat Arab menetapkan hukum Islam, mazhab Hambali mengacu pada Al-nusus, yaitu Al-Quran, sunnah Rasulullah, dan ijma’, serta fatwa sahabat. Jika pendapat sahabat berbeda, yang dipilih adalah pendapat yang lebih dekat dengan Al-Quran dan itu, mazhab Hambali juga menggunakan hadits mursal sebagai sumber rujukan. Hadits mursal adalah hadits dhaif yang didukung oleh qiyas dan tidak bertentangan dengan ijma’.Apabila dalam keempat sumber rujukan tersebut tidak dijumpai hukumnya, mazhab Hambali akan melihat pada qiyas. Namun, penggunaan qiyas hanya dalam keadaan yang sangat Al-quran. Foto Ratih Ra/Shutterstock4. Mazhab HanafiMazhab Hanafi mengikuti pemikiran-pemikiran Abu Hanifah yang dikenal sebagai Imam Ahl al-Ra’yi. Ini merupakan mazhab yang paling banyak dianut umat Muslim di dunia. Mayoritas berasal dari negara di benua Asia Selatan, seperti Pakistan, India, Srilanka, dan hukum yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum Islam di kalangan mazhab Hanafi adalah Al-Quran, sunnah, fatwa sahabat, dan istihsan. Al-Quran dan sunnah adalah sumber hukum utama, sementara fatwa sahabat dan istihsan merupakan dalil dan metode dalam mengistinbatkan hukum Islam dari kedua sumber hukum qiyas, istihsan lebih sering digunakan jika hukum yang dikaji tidak dibahas dalam nash. Alasannya karena qiyas tidak bisa diterapkan dalam masalah Imam Abu Hanifah dapat ditemukan dalam buku-buku fikih yang ditulis murid-muridnya, antara lain Zahir al-Riwayah dan an-Nawadir yang ditulis oleh Muhammad bin Hasan yang menyebabkan perbedaan mazhab?Apakah mazhab yang dianut masyarakat Arab?Indonesia menganut mazhab yang mana?

PERTANYAAN. AlEiy MencHary ArtTea II aslamualay kum ,, (sungkem yai lan poro ustadz sesepuh ) badhe nyuwun pirso yi ,, mohon dijelaskan tentang : saya mo tanya ada suatu masa’il : AlEiy seorang yg bermadzhab syafi’i,be ristri seorang wanita brmadzhab HANAFI .. Dalam mazhab hanafi paling sedikit waktu haid iitu tiga hari paling banyaknya sepuluh hari

Perbedaan Mazhab Syafi I Dan Hanafi – Mazhab Syafi’i dan Hanafi adalah dua mazhab yang berbeda dalam madzhab fikih atau hukum Islam. Keduanya adalah salah satu dari empat mazhab yang diterima secara luas dalam Islam. Meskipun keduanya berasal dari tradisi yang sama, ada beberapa perbedaan antara keduanya. Pertama, Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada hadits-hadits Nabi Muhammad saw. daripada Mazhab Hanafi. Kedua, Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan dibandingkan dengan Mazhab Hanafi. Mazhab Syafi’i juga memiliki lebih banyak aturan yang menyangkut lingkungan dan lingkungan hidup. Kedua mazhab juga memiliki perbedaan dalam cara memahami teks-teks Al-Quran. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak penekanan pada konsep ijtihad, yang merupakan proses berpikir kritis dan kontekstual untuk menyelidiki masalah hukum. Sementara itu, Mazhab Hanafi memiliki lebih banyak penekanan pada qiyas, yang merupakan proses analogi yang digunakan untuk menentukan hukum. Keduanya juga berbeda dalam cara memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar. Mazhab Syafi’i memahami konsep ini sebagai cara untuk membantu orang lain dengan senyuman dan sikap yang ramah. Sedangkan Mazhab Hanafi memahami konsep ini sebagai cara untuk menegakkan standar moral Islam. Selain itu, terdapat perbedaan dalam cara mazhab ini menangani masalah-masalah hukum yang berhubungan dengan kontemporer. Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada penggunaan analisis teks Al-Quran dan hadits untuk menyelesaikan masalah hukum modern. Sementara itu, Mazhab Hanafi memiliki lebih banyak penekanan pada penggunaan metode yang lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah hukum modern. Kesimpulannya, Mazhab Syafi’i dan Hanafi memiliki beberapa perbedaan dalam berbagai aspek. Keduanya memiliki konsep dan metode yang berbeda dalam memahami teks Al-Quran dan hadits, memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar, dan menangani masalah hukum kontemporer. Namun demikian, keduanya merupakan bagian dari tradisi fikih yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menegakkan hukum Islam dengan benar. Penjelasan Lengkap Perbedaan Mazhab Syafi I Dan Hanafi1. Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada hadits-hadits Nabi Muhammad saw. daripada Mazhab Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan dibandingkan dengan Mazhab Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan yang menyangkut lingkungan dan lingkungan Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak penekanan pada konsep ijtihad untuk menyelidiki masalah Mazhab Hanafi memiliki lebih banyak penekanan pada qiyas untuk menentukan Mazhab Syafi’i memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar sebagai cara untuk membantu orang lain dengan senyuman dan sikap yang Mazhab Hanafi memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar sebagai cara untuk menegakkan standar moral Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada penggunaan analisis teks Al-Quran dan hadits untuk menyelesaikan masalah hukum Mazhab Hanafi memiliki lebih banyak penekanan pada penggunaan metode yang lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah hukum modern. Penjelasan Lengkap Perbedaan Mazhab Syafi I Dan Hanafi 1. Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada hadits-hadits Nabi Muhammad saw. daripada Mazhab Hanafi. Mazhab Syafi’i adalah salah satu dari empat mazhab yang umum diterima oleh para ulama di dunia Islam. Mazhab ini didirikan oleh Imam Syafi’i pada abad ke-8 dan sejak itu telah tumbuh menjadi salah satu mazhab yang paling populer di dunia Islam. Mazhab Syafi’i berbeda dari mazhab Hanafi dalam beberapa hal. Pertama, mazhab Syafi’i lebih menekankan pada hadits-hadits Nabi Muhammad saw. daripada mazhab Hanafi. Menurut Mazhab Syafi’i, hadits-hadits adalah sumber utama hukum Islam dan harus diikuti dengan ketat. Mazhab Syafi’i juga menekankan pada konsep ijtihad’, yaitu proses interpretasi hukum Islam oleh para ulama yang dapat mengarah ke hukum yang berbeda dari yang tercantum dalam hadits-hadits. Kedua, mazhab Syafi’i lebih ketat dalam mengikuti fatwa-fatwa para ulama daripada mazhab Hanafi. Mazhab Syafi’i menekankan pentingnya melakukan ijtihad dan mengikuti fatwa-fatwa para ulama ketika menghadapi masalah agama yang kompleks. Ketiga, mazhab Syafi’i lebih fleksibel dalam masalah pembayaran zakat daripada mazhab Hanafi. Menurut mazhab Syafi’i, zakat dapat dibayarkan dalam berbagai bentuk, termasuk uang, barang, dan jasa. Mazhab Syafi’i juga mengizinkan orang untuk membayar zakat melalui organisasi atau lembaga keagamaan. Keempat, mazhab Syafi’i lebih toleran terhadap ajaran-ajaran selain Islam daripada mazhab Hanafi. Mazhab Syafi’i mengizinkan orang untuk mendengar ajaran-ajaran agama lain dan bahkan mempelajarinya, asalkan tidak menganutnya. Kelima, mazhab Syafi’i lebih menekankan pada pentingnya memahami iklim masyarakat dan budaya dalam menafsirkan hukum daripada mazhab Hanafi. Mazhab Syafi’i menekankan pentingnya memahami iklim masyarakat dan budaya sebelum menafsirkan hukum dalam konteks tertentu. Secara keseluruhan, mazhab Syafi’i dan Hanafi memiliki beberapa perbedaan yang mencolok. Pertama, mazhab Syafi’i lebih menekankan pada hadits-hadits Nabi Muhammad saw. daripada Mazhab Hanafi. Kedua, mazhab Syafi’i lebih ketat dalam mengikuti fatwa-fatwa para ulama daripada mazhab Hanafi. Ketiga, mazhab Syafi’i lebih fleksibel dalam masalah pembayaran zakat daripada mazhab Hanafi. Keempat, mazhab Syafi’i lebih toleran terhadap ajaran-ajaran selain Islam daripada mazhab Hanafi. Kelima, mazhab Syafi’i lebih menekankan pada pentingnya memahami iklim masyarakat dan budaya dalam menafsirkan hukum daripada mazhab Hanafi. 2. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan dibandingkan dengan Mazhab Hanafi. Mazhab adalah sekumpulan pemahaman atau pandangan tentang hukum dan bagaimana hukum tersebut diterapkan. Kedua mazhab dalam Islam, yaitu Mazhab Syafi’i dan Hanafi, berbeda satu sama lain dalam beberapa hal. Mazhab Syafi’i adalah salah satu dari empat mazhab yang diakui di dalam Islam. Mazhab ini berasal dari kitab utama Islam yang ditulis oleh Imam Syafi’i, yang tinggal di Mesir pada abad ke-8 Masehi. Mazhab ini didasarkan pada ayat-ayat Al-Quran dan hadits yang sahih, serta pendapat ulama Syafi’i tentang masalah hukum. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan dibandingkan dengan Mazhab Hanafi. Ini disebabkan oleh fakta bahwa Mazhab Syafi’i lebih ketat dalam penerapan hukum Islam, sementara Mazhab Hanafi lebih memilih untuk melakukan analogi. Analogi adalah proses menggunakan logika untuk menyimpulkan hukum yang sesuai dengan situasi tertentu. Mazhab Syafi’i juga lebih menekankan pada pendekatan ijtihad, yang berarti upaya melakukan interpretasi logis dan menggunakan akal untuk menyelesaikan masalah hukum. Mazhab ini juga lebih menekankan pada fakta bahwa ketika ada masalah hukum yang belum terjawab, maka harus dicari jawabannya dalam Al Quran dan hadits. Mazhab Hanafi juga berfokus pada ijtihad, tetapi mereka juga memiliki tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi dalam penerapan hukum. Mereka lebih memilih untuk menggunakan analogi untuk menyelesaikan masalah hukum, dan lebih memilih untuk menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel daripada memaksakan hukum dalam situasi tertentu. Kesimpulannya, perbedaan antara Mazhab Syafi’i dan Hanafi adalah bahwa Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan dibandingkan dengan Mazhab Hanafi. Ini disebabkan oleh fakta bahwa Mazhab Syafi’i lebih ketat dalam penerapan hukum Islam, sementara Mazhab Hanafi lebih memilih untuk melakukan analogi. Mazhab Syafi’i juga lebih menekankan pada ijtihad, sementara Mazhab Hanafi lebih memilih untuk menggunakan analogi. 3. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan yang menyangkut lingkungan dan lingkungan hidup. Mazhab Syafi’i dan Hanafi merupakan dua dari empat mazhab yang berlaku di dalam Islam. Perbedaan antara kedua mazhab ini dapat dilihat dari berbagai aspek, termasuk aspek lingkungan dan lingkungan hidup. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan yang menyangkut lingkungan dan lingkungan hidup. Para ahli Mazhab Syafi’i menekankan pentingnya menjaga kelestarian alam dan menghargai sumber daya alam. Mereka juga menekankan pentingnya menghindari bahaya terhadap alam dan lingkungan. Salah satu contoh aturan Syafi’i yang menyangkut lingkungan dan lingkungan hidup adalah larangan menumbangkan pohon. Mazhab Syafi’i menganggap bahwa setiap pohon yang ditebang harus diganti dengan pohon lain. Ini untuk menjaga kelestarian alam dan menghindari kerusakan lingkungan. Selain itu, mazhab Syafi’i juga melarang menyebabkan kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan luar biasa pada alam dan lingkungan hidup. Selain larangan-larangan yang berhubungan dengan lingkungan dan lingkungan hidup, mazhab Syafi’i juga menekankan pentingnya menjaga alam. Para ahli Mazhab Syafi’i menekankan pentingnya menjaga alam dan melestarikannya. Mereka juga menekankan pentingnya menghindari pemborosan dan menghemat sumber daya alam. Mazhab Hanafi juga memiliki aturan yang menyangkut lingkungan dan lingkungan hidup. Namun, aturan-aturan ini tidak seluas aturan yang dikemukakan oleh Mazhab Syafi’i. Para ahli Mazhab Hanafi menekankan pentingnya menjaga alam dan lingkungan hidup. Namun, mereka juga menekankan pentingnya memanfaatkan sumber daya alam secara efisien. Mazhab Syafi’i dan Hanafi berbeda dalam beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan dan lingkungan hidup. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak aturan yang menyangkut lingkungan dan lingkungan hidup. Aturan ini menekankan pentingnya menjaga alam dan lingkungan hidup, serta pentingnya menghindari kerusakan lingkungan. Sementara itu, Mazhab Hanafi juga menekankan pentingnya menjaga alam dan lingkungan hidup, namun mereka juga menekankan pentingnya memanfaatkan sumber daya alam secara efisien. 4. Mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak penekanan pada konsep ijtihad untuk menyelidiki masalah hukum. Mazhab syafi’i adalah salah satu dari empat mazhab utama dalam fiqh Islam. Mazhab ini didirikan oleh Imam Syafi’i, salah seorang ahli fiqh terbesar dalam sejarah umat Islam. Selain Imam Syafi’i, Mazhab ini juga didirikan oleh para pengikutnya seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan al-Shaybani. Mazhab ini merupakan mazhab yang paling luas diikuti di seluruh dunia dan juga paling banyak dipelajari di perguruan tinggi. Mazhab Syafi’i memiliki beberapa perbedaan dengan mazhab lain karena memiliki pendekatan yang berbeda terhadap masalah hukum. Salah satu perbedaan utama adalah mazhab syafi’i memiliki lebih banyak penekanan pada konsep ijtihad untuk menyelidiki masalah hukum. Ijtihad adalah proses mencari hukum dalam syariat Islam dengan menggunakan berbagai metode, seperti menganalisis hadits atau menggunakan qiyas analogi untuk menyelesaikan masalah yang tidak diatur oleh Al-Qur’an atau hadits. Ijtihad adalah salah satu dari delapan pendekatan untuk menemukan hukum Islam, yang lainnya adalah qiyas, istishab, istihsan, istislah, istarah, maslahah mursalah, dan urf. Imam Syafi’i adalah pendukung terbesar untuk metode ijtihad, dan ia menekankan bahwa ia tidak boleh berdiam diri di hadapan masalah hukum. Ia menekankan bahwa kita harus berusaha menemukan solusi terbaik untuk setiap masalah melalui ijtihad. Mazhab Syafi’i juga memiliki metode tersendiri untuk menyelesaikan masalah hukum, yaitu Usul Al-Fiqh. Ini adalah pendekatan sistematis untuk menganalisis masalah hukum dan menentukan solusi yang paling sesuai. Usul Al-Fiqh menekankan pentingnya menganalisis semua aspek masalah hukum, seperti penafsiran hadits, analisis qiyas, dan lainnya. Kesimpulannya, mazhab Syafi’i memiliki lebih banyak penekanan pada konsep ijtihad dibandingkan mazhab lain. Ini membuat mazhab ini menjadi mazhab yang paling luas diikuti dan juga paling banyak dipelajari di perguruan tinggi. Ia juga memiliki metode tersendiri untuk menyelesaikan masalah hukum, yaitu Usul Al-Fiqh. Dengan demikian, mazhab Syafi’i memiliki pendekatan yang berbeda terhadap masalah hukum dibandingkan mazhab lain. 5. Mazhab Hanafi memiliki lebih banyak penekanan pada qiyas untuk menentukan hukum. Mazhab Syafi’I dan Hanafi adalah dua aliran yang berbeda dalam fiqih Islam. Aliran ini berbeda dalam hal cara memahami syariat, yang artinya mereka menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda untuk menafsirkan dan menafsirkan hukum Syariat. Meskipun kedua aliran ini berasal dari ajaran Islam, mereka berbeda dalam cara mereka menafsirkan dan menerapkannya. Salah satu perbedaan antara Mazhab Syafi’I dan Hanafi adalah pada penekanan qiyas analogi untuk menentukan hukum. Mazhab Hanafi lebih menekankan penggunaan qiyas daripada Mazhab Syafi’I. Qiyas adalah metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum yang tidak secara jelas diatur dalam Al-Qur’an atau Hadits. Qiyas berfokus pada analogi dari masalah yang sudah ditentukan sebelumnya, sehingga memungkinkan para ahli fiqih untuk menggunakan logika dan akal untuk menghasilkan keputusan yang sesuai dengan syariat. Mazhab Hanafi menekankan penggunaan qiyas karena mereka berpendapat bahwa qiyas memungkinkan mereka untuk menggunakan akal untuk menyelesaikan masalah hukum yang tidak ditentukan secara jelas dalam Al-Qur’an atau Hadits. Qiyas juga memungkinkan para ahli fiqih untuk menggunakan logika untuk menafsirkan hukum secara benar. Namun, qiyas juga memiliki beberapa keterbatasan, sehingga Mazhab Hanafi juga menekankan bahwa qiyas harus digunakan dengan hati-hati dan harus disesuaikan dengan nash Al-Qur’an dan Hadits. Mazhab Syafi’I lebih menekankan penggunaan nash Al-Qur’an dan Hadits daripada penggunaan qiyas dalam menyelesaikan masalah hukum. Mereka berpendapat bahwa qiyas harus digunakan hanya jika tidak ada nash Al-Qur’an dan Hadits yang tepat untuk masalah yang dihadapi. Mazhab Syafi’I berpendapat bahwa qiyas hanya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum yang tidak diatur secara jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Mazhab Syafi’I dan Hanafi berbeda dalam cara mereka menafsirkan dan menafsirkan hukum. Mereka juga berbeda dalam penekanan mereka pada qiyas dalam menyelesaikan masalah hukum. Mazhab Hanafi lebih menekankan penggunaan qiyas daripada Mazhab Syafi’I, yang lebih menekankan penggunaan nash Al-Qur’an dan Hadits. Namun, kedua aliran ini berusaha untuk mencapai tujuan yang sama yaitu menyelesaikan masalah hukum dengan cara yang benar dan sesuai dengan syariat. 6. Mazhab Syafi’i memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar sebagai cara untuk membantu orang lain dengan senyuman dan sikap yang ramah. Mazhab Syafi’i merupakan salah satu dari empat mazhab yang berkembang dalam agama Islam. Mazhab ini didirikan oleh Imam Syafi’i, yang memiliki pandangan yang berbeda tentang berbagai masalah hukum dan fiqh. Mazhab Syafi’i menekankan adanya kesepakatan antara para ulama tentang masalah-masalah hukum. Mazhab ini juga lebih menekankan pada pendekatan berdasarkan hadits dan perkataan Nabi Muhammad dan para sahabat. Salah satu konsep yang dipahami oleh mazhab Syafi’i adalah konsep amar ma’ruf nahi munkar. Konsep ini menekankan pentingnya bertindak untuk mendorong orang lain untuk melakukan hal yang baik dan menghindari hal-hal yang buruk. Mazhab Syafi’i memahami konsep ini sebagai cara untuk membantu orang lain dengan senyuman dan sikap yang ramah. Mazhab Syafi’i menekankan pentingnya menghormati dan menghargai orang lain, serta memandang mereka sebagai individu yang berharga. Para pengikut mazhab ini percaya bahwa cara terbaik untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menunjukkan sikap yang ramah dan bersahabat kepada orang lain. Dengan sikap ini, orang lain akan merasa nyaman dan akan lebih mudah menerima saran dan nasihat dari orang lain. Mazhab Syafi’i juga menekankan pentingnya menghormati hak-hak asasi manusia. Para pengikutnya percaya bahwa hak-hak ini harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Hak-hak ini termasuk hak untuk berbicara, berpendapat, menentukan nasib sendiri, dan hak untuk dipelihara. Mazhab Syafi’i juga menekankan pentingnya menghormati dan memperlakukan orang lain dengan adil dan penuh perhatian. Dalam hal ini, para pengikut mazhab ini percaya bahwa setiap orang harus diperlakukan sama tanpa memandang ras, agama, ataupun latar belakang sosial. Mazhab Syafi’i juga menekankan pentingnya melaksanakan tata tertib dan peraturan yang berlaku. Para pengikut mazhab ini percaya bahwa hukum harus diikuti dan dihormati oleh semua orang. Ini akan memastikan bahwa semua orang akan merasa aman dan nyaman, sehingga mereka dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Dengan demikian, mazhab Syafi’i merupakan mazhab yang menekankan pentingnya menghormati dan menghargai orang lain, serta memperlakukan semua orang dengan adil dan penuh perhatian. Konsep amar ma’ruf nahi munkar dipahami sebagai cara untuk membantu orang lain dengan senyuman dan sikap yang ramah. Dengan melaksanakan konsep ini, makmum akan merasa lebih nyaman dan aman, sehingga mereka dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. 7. Mazhab Hanafi memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar sebagai cara untuk menegakkan standar moral Islam. Mazhab Syafi’i dan Hanafi adalah dua di antara mazhab fiqih Islam yang paling penting. Kedua mazhab ini memiliki perbedaan dalam upaya menegakkan standar moral Islam. Mazhab Syafi’i memahami amar ma’ruf nahi munkar sebagai suatu proses yang berlangsung bebas di mana orang-orang mempengaruhi satu sama lain. Ini berarti bahwa orang-orang berusaha untuk mempromosikan perilaku baik dan menghindari perilaku buruk, tidak hanya melalui pengawasan, tetapi juga melalui pergaulan sosial. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa untuk menegakkan standar moral Islam, orang harus menggunakan akal sehat dan “hikmah”. Sedangkan mazhab Hanafi memahami konsep amar ma’ruf nahi munkar sebagai cara untuk menegakkan standar moral Islam. Menurut mazhab ini, orang harus menegakkan standar moral dengan cara mengikuti hukum-hukum yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran dan Hadis. Ini berarti bahwa pengawasan, pengawasan dan penerapan hukum adalah bagian dari proses ini. Pengawasan juga dimaksudkan untuk menjaga agar standar moral tidak dilanggar. Kedua mazhab ini memiliki perbedaan dalam menegakkan standar moral Islam. Mazhab Syafi’i menekankan bahwa pergaulan sosial adalah cara yang penting untuk menegakkan standar moral. Dengan kata lain, orang-orang harus saling mempengaruhi satu sama lain untuk mempromosikan perilaku baik. Sementara itu, mazhab Hanafi menekankan bahwa pengawasan, pengawasan dan penerapan hukum adalah cara yang paling efektif untuk menegakkan standar moral. Ini berarti bahwa orang harus mengikuti hukum-hukum yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran dan Hadis. Untuk menyimpulkan, mazhab Syafi’i dan Hanafi memiliki perbedaan dalam menegakkan standar moral Islam. Mazhab Syafi’i menekankan bahwa pergaulan sosial adalah cara yang penting untuk menegakkan standar moral, sementara mazhab Hanafi menekankan bahwa pengawasan, pengawasan dan penerapan hukum adalah cara yang paling efektif untuk menegakkan standar moral. 8. Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada penggunaan analisis teks Al-Quran dan hadits untuk menyelesaikan masalah hukum modern. Mazhab Syafi’i dan Hanafi adalah dua dari mazhab yang paling utama dalam Islam. Kedua mazhab ini memiliki beberapa perbedaan, terutama dalam hal pendekatan yang mereka ambil untuk menyelesaikan masalah hukum modern. Mazhab Hanafi diambil dari pemikiran Imam Abu Hanifa, salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah Islam. Pendekatan yang diambil oleh mazhab ini meliputi pemikiran logis dan rasional, serta menggunakan pendekatan qiyas analogi untuk menyelesaikan masalah hukum. Pendekatan qiyas menggunakan prinsip analogi untuk menyelesaikan masalah hukum yang belum diatur oleh Al-Quran atau Hadits, dengan menggunakan prinsip yang sama yang digunakan dalam masalah yang sudah diatur. Mazhab Syafi’i, pada saat yang sama, lebih menekankan pada penggunaan analisis teks Al-Quran dan Hadits untuk menyelesaikan masalah hukum modern. Pendekatan ini berusaha menghindari penggunaan qiyas dan mencari penyelesaian masalah hukum berdasarkan dalil yang ditemukan dalam Al-Quran dan Hadits. Pendekatan ini juga lebih menekankan pada interpretasi teks secara sempit, dan menolak interpretasi yang terlalu luas dari teks-teks tersebut. Mazhab Syafi’i juga lebih berhati-hati dalam hal penggunaan rukhsah kelonggaran hukum, dibandingkan dengan mazhab Hanafi. Pendekatan ini menekankan interpretasi literal dari teks, dan tidak menggunakan rukhsah kecuali jika diperlukan. Kecenderungan ini menyebabkan mazhab Syafi’i sering dianggap sebagai mazhab yang lebih konservatif, daripada Hanafi. Kedua mazhab ini juga berbeda dalam hal metode pengajaran dan interpretasi. Mazhab Hanafi cenderung lebih berfokus pada penggunaan analogi dan logika untuk memahami teks, sementara mazhab Syafi’i lebih berfokus pada interpretasi literal dan menekankan pentingnya pemahaman teks dalam konteks sejarah dan budaya. Kesimpulannya, mazhab Syafi’i dan Hanafi adalah dua mazhab yang berbeda dalam menyelesaikan masalah hukum modern. Mazhab Syafi’i lebih menekankan pada penggunaan analisis teks Al-Quran dan Hadits untuk menyelesaikan masalah hukum, sementara Hanafi lebih menekankan pada pemikiran logis dan rasional, serta menggunakan pendekatan qiyas untuk menyelesaikan masalah hukum. 9. Mazhab Hanafi memiliki lebih banyak penekanan pada penggunaan metode yang lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah hukum modern. Mazhab adalah sebuat sistem pendekatan hukum Islam yang disepakati oleh para ulama dalam memahami syariat Islam. Ada dua mazhab yang paling terkenal, yaitu Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanafi. Kedua mazhab ini memiliki beberapa perbedaan dalam pendekatan mereka terhadap hukum Islam. Salah satu perbedaan terbesar antara kedua mazhab ini adalah dalam cara mereka menafsirkan sumber hukum. Mazhab Hanafi lebih menekankan pada penggunaan asal-usul qiyas dan analogi istihsan untuk menafsirkan sumber hukum. Sementara itu, Mazhab Syafi’i menekankan pada penggunaan metode takhrij penelitian hadits untuk menafsirkan sumber hukum. Kedua mazhab juga memiliki perbedaan dalam pandangan mereka tentang masalah ijtihad. Mazhab Syafi’i menekankan pada pentingnya ijtihad, yang dianggap sebagai cara untuk memecahkan masalah hukum yang tidak diatur dalam sumber hukum. Sementara itu, Mazhab Hanafi menganggap ijtihad sebagai cara untuk memecahkan masalah yang dipengaruhi oleh perubahan konteks, namun tidak selalu diperlukan. Perbedaan lainnya antara kedua mazhab terletak pada cara mereka menghadapi masalah hukum modern. Mazhab Hanafi lebih menekankan penggunaan metode yang lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah hukum modern. Hal ini dikarenakan Mazhab Hanafi lebih memperhatikan kondisi dan konteks masalah dibandingkan dengan Mazhab Syafi’i. Dengan demikian, mereka dapat lebih mudah menemukan cara untuk menyelesaikan masalah hukum modern dengan menggunakan metode yang lebih fleksibel. Selain itu, Mazhab Hanafi juga lebih mengutamakan urgensi masalah hukum modern untuk mengambil keputusan. Hal ini berbeda dengan Mazhab Syafi’i yang lebih menekankan pada menerapkan aturan hukum yang ada sesuai dengan sumber hukum. Hal ini menyebabkan Mazhab Hanafi lebih menekankan pada penggunaan metode yang lebih fleksibel dalam menyelesaikan masalah hukum modern. Meskipun kedua mazhab memiliki beberapa perbedaan, mereka sebenarnya bertujuan untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu mencapai keadilan berdasarkan syariat Islam. Keduanya menekankan pada pentingnya mengikuti sumber hukum, namun karena konteks dan kondisi perubahan, Mazhab Hanafi lebih menekankan pada penggunaan metode yang lebih fleksibel. Selain itu, Mazhab Hanafi juga lebih mengutamakan urgensi masalah hukum modern untuk mengambil keputusan. Perbedaanyang banyak disebutkan di dalam kitab- kitab Syafi’iyah antara Madzhab Syafi’i, Maliki dan Hanafi adalah waktu Niat puasa Ramadhan, dimana : Dalam Madzhab Syafi’i Niat puasa Ramadhan harus diinapkan, harus dilakukan di setiap malam Ramadhan, yaitu malam dimana esok hari ia akan berpuasa. Waktu Sahnya ber-Niat di dalam Madzhab Syafi’i adalah
Belajar IslamBagian Pertama, Perbedaan dan Persamaan Salat Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hanbali - Salah satu hal yang menarik ketika belajar ilmu fiqih adalah banyaknya rujukan kitab yang bisa dijadikan acuan dalam memahami ilmu fiqih. Bahkan masing masing madzhab memiliki kitab fiqih khusus yang ditulis oleh para ahlinya secara lengkap dan detail dalam setiap pembahasannya. Dalam mempelajari ilmu fiqih kita juga harus mengetahui mana ulama yang merupakan representasi dari suatu mazhab dan mana yang bukan. Jangan sampai salah memilih ulama dalam menukil pendapat suatu masalah fiqih. Misalnya menukil pendapat hanbali tentu kita lebih percaya atau lebih nyaman jika langsung merujuk kepada ulama yang benar benar bermazhab Hanbali. Bukan merujuk kepada ulama mazhab lain. Sebab bisa jadi nukilan fiqih mazhab Hanbali yang disebutkan oleh ulama mazhab lain terkadang kurang tepat. Maka kita butuh konfirmasi langsung dari ulama yang benar benar bermazhab hanbali atas suatu pendapat tersebut. Nah, berikut ini akan kita paparkan beberapa nama para ulama yang semasa hidupnya dicurahkan untuk menjelaskan ilmu fiqih dari masing-masing mazhab. Pembahasan kali ini dikhususkan untuk mengenal ulama yang bermazhab Syafi'i dan ulama yang bermadzhab Hanbali saja. Madzhab Syafi’i Madzhab syafi’i termasuk salah satu madzhab yang kitab fiqihnya lumayan banyak dari segi jumlahnya. Sejak zaman pendiri mazhab Syafi'i yaitu Imam asy-Syafi’i w. 204 H sampai zaman kita sekarang banyak sekali kitab fiqih yang secara khusus membahas tentang fiqih mazhab Syafi’i. Di antara sekian banyaknya kitab tersebut ada kitab yang pembahasannya sangat detail panjang lebar. Model seperti ini dikenal dengan istilah syarah. Ada juga yang pembahasannya sangat ringkas dan padat sekali. Model seperti ini biasanya disebut dengan matan. Sebagian contoh nama kitab fiqih yang digunakan madzhab Syafi’i, yaitu Al-Umm, Mukhtashar Al-Muzani, Al-Hawi Al-Kabir, Al-Muhadzdzab, dan masih banyak lagi. Ulama mazhab Syafi’i tentu saja banyak sekali. Namun dari sekian banyaknya ulama mazhab Syafi'i ada beberapa nama yang sering muncul dalam kitabkitab fiqih dan juga sering dijadikan acuan dalam menentukan pendapat resmi dalam mazhab Syafi'i. Dibawah ini kami kumpulkan beberapa nama ulama yang bermazhab Syafi’i. Sebagian dari mereka juga sangat masyhur dalam bidang ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushul fiqih dan lain lain. Dari sekian banyaknya ulama, ada ulama yang gelarnya sebagai ulama tahqiq. Mereka adalah Imam Rofi’i, Imam Nawawi, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dan Imam Romli Mazhab Hanbali Mazhab Hanbali juga memiliki kitab-kitab fiqih yang lumayan banyak dari segi jumlahnya. Namun jumlahnya tentu tidak sebanyak kitab fiqih mazhab Syafi’i. Sejak zaman pendiri mazhab Hanbali yaitu Imam Ahmad bin Hanbal w. 241 H sampai zaman kita sekarang banyak sekali kitab fiqih yang secara khusus membahas tentang fiqih mazhab Hanbali. Di antara sekian banyaknya kitab tersebut ada kitab yang pembahasannya sangat detail panjang lebar. Model seperti ini dikenal dengan istilah syarah. Ada juga yang pembahasannya sangat ringkas dan padat sekali. Model seperti ini biasanya disebut dengan matan. Berikut ini ada beberapa nama kitab fiqih yang menjadi acuan madzhab Hanbali, diantaranya, Al-Wasith fi Al-MazhabAl-Mughni, Al-Kafi fi Fiqhi Al-Imam Ahmad, Umdatu Al-Fiqhi, Al-Muharrar fi Al-Fiqhi, Asy-Syarhu Al-Kabir ala Mukhtashar Al-Khalil, Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah. Ulama madzhab Hanbali juga tentu saja banyak sekali. Namun dari sekian banyaknya ulama mazhab Hanbali ada juga beberapa nama yang sering muncul dalam kitab-kitab fiqih Hanbali dan juga sering dijadikan acuan dalam menentukan pendapat resmi mazhab Hanbali. Dari sekian banyaknya ulama yang disebutkan diatas ada ulama yang fatwanya bisa dijadikan rujukan utama dalam melacak pendapat madzhab Hanbali. Mereka adalah Imam Ibnu Quddamah, Imam Ibnu Taimiyah, Imam Al-Mardawi, dan Imam Al-Buhuti Persamaan & Perbedaan Tata Cara Salat Para ulama khususnya ulama 4 mazhab saling berbeda pendapat dalam menentukan sifat salat Nabi shallallahu alaihi wasallam. Akan tetapi yang harus kita ketahui adalah meskipun para ulama berbeda pendapat dalam menentukan tata cara salat namun mereka tentu telah merujuk kepada dalil-dalil yang dianggap shahih oleh masing masing dari mazhab. Maka kita sebagai orang yang awam akan dalil sudah selayaknya dan sepatutnya untuk taklid atau mengikuti pendapat yang ada dalam masalah fiqih dari penjelasan para ulama 4 mazhab. Ada beberapa contoh persamaan dan perbedaan mengenai tata cara salat antara mazhab Syafi’i dan madzhab Hanbali. Mengingat dua mazhab ini sekarang sudah banyak yang mengamalkannya di negeri kita Indonesia tercinta ini. Maka dari itu, untuk meluruskan beberapa kesalahan atau praktek salat yang kadang tidak sesuai dengan dua madzhab ini maka dibutuhkan penjelasan secara khusus untuk menjelaskan hal itu. Persamaan Antara Syafi’i & Hanbali Beberapa masalah khususnya dalam bab tata cara salat yang dihukumi sama persis oleh 2 mazhab besar ini. Bahkan sebenarnya bisa dikatakan bahwa mazhab Syafi’i dan Hanbali ini memiliki banyak kemiripan dalam beberapa hal. Melafadzkan Niat a. Madzhab Syafi’i Menurut fiqih mazhab Syafi’i disunnahkan melafazkan niat sebelum takbiratul ihram. Maksudnya adalah ketika hendak salat dianjurkan terlebih dahulu untuk melafadzkan niat salat dengan cara menggerakkan lisan dan bibirnya dengan suara yang terdengar oleh telinganya sendiri. Ketahuilah bahwa masalah melafadzkan niat salat ini hanya sebatas anjuran atau kesunnahan saja dalam mazhab Syafi’i. Bukan sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Artinya jika ada orang yang tidak melafazkan niat ketika hendak salat maka salatnya tetap sah. Imam an-Nawawi rahimahullah w. 676 H seorang ulama besar ahli hadits yang dikenal sebagai ulama yang bermazhab Syafi’i dan ahlinya fiqih madzhab Syafi’i menyebutkan sebagai berikut “Tempat niat adalah di dalam hati. Niat itu tidak harus itu dilafadzkan. Dan tidak cukup berniat hanya dilafazkan di lisan saja tanpa niat dalam hati. Akan tetapi disunnahkan untuk melafazkan niat disertai juga niat dalam hati”. b. Madzhab Hanbali Menurut fiqih mazhab Hanbali juga disunnahkan untuk melafazkan niat sebelum takbiratul ihram. Artinya ketika hendak salat dianjurkan terlebih dahulu untuk melafazkan niat salat dengan cara menggerakkan lisan dan bibirnya dengan suara yang terdengar oleh telinganya sendiri. Hal ini sama persis dengan mazhab Syafi’i. Bahwasanya masalah melafadzkan niat salat sebelum takbiratul ihram adalah sebatas anjuran atau kesunnahan saja menurut mazhab Hanbali. Bukan sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Artinya jika ada orang yang tidak melafazkan niat ketika hendak salat maka salatnya tetap sah. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah w. 620 H seorang ulama besar ahli hadits yang dikenal sebagai ulama yang bermazhab Hanbali era salaf dan beliau juga ahli fiqih mazhab Hanbali. Beliau menyebutkan sebagai berikut “Makna berniat adalah menyengaja. Dan tempat niat adalah di dalam hati. Jika seseorang melafazkan, niat maka itu termasuk penguat niat yang ada dalam hati”. Kesimpulannya adalah bahwa antara mazhab Syafi’i dan mazhab Hanbali ada persamaannya yaitu sama-sama mensunnahkan melafazkan niat sebelum takbiratul ihram. Lalu, apa point wajibnya dan perbedaan Mazhab Syafi’i dengan Mazhab Hanbali?, Penulis akan melanjutkannya pada artikel berikutnya. Wallahualam Bissawab. hmz Sumber - 10 Persamaan & Perbedaan Antara Syafi’i & Hanbali Mengenai Tata Cara Shalat, Muhammad Ajib, Lc., MA, Rumah Fiqih Indonesia
B Perbedaan Pendapat Madzhab Hanafi dan Syafi’i Tentang Wakaf Tunai Berdasarkan penjelasan dalam BAB III dapat diketahui bahwa perbedaan pendapat antara Madzhab Hanafi dan Syafi‟i tentang wakaf tunai adalah sebagai berikut: Menurut Madzhab Hanafi wakaf benda bergerak diperbolehkan asalkan sudah menjadi urf kebiasaan dikalangan masyarakat
Sebelum berkunjung ke Mesir, Imam al-Syafii terlebih dulu menggali informasi terkait kondisi Mesir saat itu. Ar-Rabi’ sebagai muridnya memberikan informasi bahwa kondisi di Mesir saat itu terbagi menjadi dua kelompok kelompok penganut Mazhab Maliki dan kelompok penganut Mazhab Hanafi. Keduanya sama-sama kukuh dengan pendapatnya. Sehingga menimbulkan kerenggangan di antara kondisi Mesir tersebut, Imam al-Syafi’i memiliki niat yang mulia, yakni mendamaikan dua kelompok aliran yang sedang disebutkan ar-Rabi’ bahwa Imam al-Syafii pernah berkata, “Saya ingin datang ke Mesir, insya Allah saya akan datang dengan mendamaikan dua mazhab tersebut.”Kedua mazhab tersebut, Maliki dan Hanafi selalu berselisih karena berbeda cara pandang dalam menggali Malik, pendiri Mazhab Maliki berpendapat bahwa jika dalam Al-Quran tidak ditemukan hukum dari suatu masalah, maka yang menjadi dasar selanjutnya adalah hadis Rasulullah SAW, baik hadis tersebut mutawatir diriwayatkan oleh banyak orang, lebih dari 10 maupun ahad diriwayatkan oleh 1 sampai 9 dalam tiap tingkatannya, baik hadis tersebut sahih maupun daif. Dalam kata lain, kelompok ini juga bisa disebut sebagai ahlul Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi berpandangan hanya hadis mutawatir yang bisa dijadikan landasan hukum setelah Al-Quran. Jika hadis tersebut tidak mutawatir, maka langkah selanjutnya adalah melakukan ijtihad dengan akal ahlu ra’yi.Hal ini cukup lumrah, karena kondisi Irak pada masa itu sedang ramai-ramainya pengaruh keilmuan dari barat, termasuk perbedaan inilah yang coba dikompromikan oleh Imam al-Syafi’i. Dalam pengantar kitab ikhtilaf al-hadis, Imam al-Syafi’i menjelaskan periwayatan satu orang ahad bisa diterima dengan beberapa syarat. Salah duanya, periwayat tersebut harus kredibel, terpercaya dan juga harus mengerti maksud hadis yang ia sisi lain, Imam al-Syafi’i menggunakan qiyas menyamakan suatu hukum masalah dengan hukum masalah yang lain yang tengah-tengah sebagai sumber hukum. Tidak terlalu ketat sebagaimana ketatnya Imam Malik dan tidak terlalu longgar seperti Imam Abu menurut Syekh Ali Jum’ah dalam Tarikh Ushul Fiqh, bahwa Imam al-Syafi’i sampai menjadikan qiyas dan ijtihad dalam satu makna. “ijtihad itu qiyas,” tutur Imam al-Syafi’ ini bisa dilihat dari cara Imam al-Syafi’i, Imam Malik dan Abu Hanifah dalam menentukan bilangan salat witir. Ibn Rusyd al-Hafid menjelaskan letak perbedaan antara ketiganya dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah Abu Hanifah berpendapat bilangan witir adalah tiga rakaat dengan satu kali salam. Hal ini mengacu pada hadis Rasul bahwa salat magrib adalah witir. Abu Hanifah tidak mengambil dalil dari hadis-hadis tentang salat witir sebagaimana digambarkan dalam riwayat Aisyah karena sifat hadis tersebut adalah pilihan. Sehingga hadis tersebut tidak bisa dijadikan argumen berapa pastinya jumlah rakaat dalam hal ini Imam Abu Hanifah lebih memilih menggunakan qiyas. Bagi Abu Hanifah, sesuatu yang memiliki persamaan maka hukumnya sama. Karena menurut Abu Hanifah, berdasarkan hadis, Shalat Maghrib adalah witir siang, sedangkan jumlah rakaatnya adalah 3, maka salat witir malam pun disamakan dengan jumlah rakaat yang sama, yakni 3 rakaat dengan 1 Imam Malik mengatakan salat witir harus tersusun dari salat 2 rakaat al-saf’u dan 1 rakaat al-witr. Pendapat yang berbeda dengan Abu Hanifah ini mendasarkan argumennya pada sebuah hadis yang menyebutkan bahwa Rasul mengganjilkan rakaat witir. Menurut Imam Malik, bagaimana bisa diganjilkan jika tidak didahului oleh salat genap salat dua rakaat terlebih al-Syafii mencoba menengahi kedua pendapat tersebut. Ia mengatakan bilangan rakaat witir adalah cukup satu rakaat. Ia berpegang pada hadis yang menjelaskan bahwa Rasul salat witir dengan satu rakaat. Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa Rasul memerintahkan jika khawatir tiba salat subuh, maka salat witir saja dengan satu dengan sumber hukum yang disepakati Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas, Imam al-Syafi’ijuga menggunakan beberapa sumber lain jika tidak terdapat dalil dalam Alquran maupun Sunnah. Seperti pendapat sahabat atsar sahabat, bahkan bagi Imam al-Syafi’i, jika hanya ada pendapat sahabat, maka lebih diutamakan sebelum ke itu, Imam al-Syafi’i juga menggunakan observasi induktif istiqra’, yakni meneliti hukum-hukum yang sifatnya parsial untuk dijadikan sebagai argumen bagi hukum yang lebih global. Seperti salat sunnah di pada saat itu, salat yang dilakukan oleh Rasul di atas kendaraan adalah salat witir. Karena salat witir adalah salah satu salat sunnah, maka Imam al-Syafi’i berkesimpulan semua salat sunnah boleh dilakukan di atas beberapa hal di atas, salah satu ciri khas Mazhab Syafi’i adalah dinamis. Hal ini disebutkan oleh Syah Waliyullah al-Dahlawi dalam kitabnya Hujjatullah al-Balighah. bahwa Mazhab Syafi’i adalah mazhab yang terdepan dalam urusan dinamisasi dan progresivitas. Sehingga wajar jika memiliki banyak pengikut dan mampu bertahan hingga A’lam.
Dalamdokumen Hadhanah Anak setelah Berumur Tujuh Tahun (Studi Perbandingan Mazhab Hanafi dan Syafi'i) (Halaman 79-85) 4.1.1. Hanafi berpendapat bahwa hadhanah anak setelah berumur tujuh tahun adalah ibu, kalau laki- laki sampai ia bisa berpakaian sendiri, dan lain sebagainya, sedangkan perempuan sampai ia menjalani masa haid pertama, setelah
Pandanganhukum ulama mazhab Syafi'i dalam menyikapi masalah abortus provocatus terbagi menjadi dua: 1. Ulama yang mengharamkannya setelah janin berusia 40 hari, 2. Ulama yang mengharamkannya sejak awal apapun. Pandangan hukum mazhab Hanafi terbagi menjadi dua: 1. Ulama yang membolehkan secara mutlak sebelum janin berusia 120 hari, 2. 26dcz.
  • 3i5dolno5x.pages.dev/469
  • 3i5dolno5x.pages.dev/534
  • 3i5dolno5x.pages.dev/165
  • 3i5dolno5x.pages.dev/584
  • 3i5dolno5x.pages.dev/46
  • 3i5dolno5x.pages.dev/459
  • 3i5dolno5x.pages.dev/124
  • 3i5dolno5x.pages.dev/582
  • perbedaan mazhab hanafi dan syafi i