Kepadajemaat mula-mula di Tesalonika yang merenungkan tentang kematian, Paulus menulis, “Kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan” (1Tes. 4:13). Ia menjelaskan bahwa sebagai orang percaya di dalam
Bunga Edelweis memang tidak seindah anggrek, Edelweis tidak seanggun mawar dan tidak seharum Melati. Tapi edelweiss memiliki keunikan tersendiri. Edelweis bukan bunga yang gampang dijumpai dan dipetik begitu saja karena Edelweis tumbuh di daerah pengunungan yang dingin, tebing yang curam atau bebatuan karang yang sulit dijangkau. Tapi walaupun hidup di tempat yang sulit, Edelweis mampu bertahan dan tumbuh dengan subur. Kelopak edelweiss bahkan mampu mekar hingga sepuluh tahun. Edelweis tidak mudah layu walaupun habitatnya adalah tempat yang sulit. Karena itulah Edelweis menjadi simbol bagi harapan, ketulusan dan keabadian cinta. Kita semua kehilangan, kita semua berduka dan bersedih. Di tengah – tengah dukacita dan kesedihan kita hanya Tuhanlah yang menjadi penolong dan penghibur yang sejati. Bersama Tuhan, maka Keluarga yang berduka dan kita semua beroleh kekuatan untuk melewati saat-saat sulit dan berat. Firman Tuhan saat ini memberi penghiburan bagi kita bahwa ketekunan untuk menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus membuat orang –orang yang mati dalam Tuhan “berbahagia”. Mereka dapat beristirahat dari jerih lelah mereka karena segala perbuatan mereka menyertai mereka. Orang yang mati dalam iman kepada Kristus beroleh berkat kebahagiaan. Ayat-ayat bacaan kita ini adalah bagian dari Wahyu Tuhan kepada Yohanes di pulau Patmos. Yohanes menerima wahyu dari Tuhan untuk dituliskan kepada orang – orang percaya terutama ke tujuh jemaat di Asia Kecil. Ayat-ayat ini dimaksudkan sebagai kata-kata hiburan untuk menguatkan hati orang-orang Kristen pada masa Wahyu Yohanes itu. Orang – orang Kristen pada masa itu sedang mengalami penganiayaan dan banyak kesusahan karena kesetiaan Iman kepada Yesus. Tetapi mereka dinasihati supaya mereka tetap bertekun. Orang-orang kudus harus terus-menerus "menaati perintah-perintah Allah dan tinggal setia kepada Yesus." Orang yang setia dalam iman akan beroleh mahkota kehidupan yg disediakan oleh Anak Domba Allah. Ini bukan janji-janji yang omong kosong. Mengenai orang-orang yang mati dalam Tuhan, Firman Tuhan katakan bahwa perbuatan mereka menyertai mereka. Artinya Hidup orang percaya yang diisi dengan iman dan kesetiaan kepada Tuhan akan bernilai kekal. Kalau iman terwujud dalam perbuatan, kita bisa meyakini bahwa apa yang kita kerjakan di dunia tidak sia-sia sebab kita akan memasuki tempat perhentian yang kekal. Hari ini dunia pendidikan dan kita semua kehilangan seorang guru yang setia mengabdi. Seperti Edelweis, kehidupan kekasih kita yang meninggal ini telah memberi arti bagi perjuangan, ketekunan, ketulusan dan kesetiaan mengabdi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Memang perjuangan hidup dan keindahan hidup tak ada yang abadi. Edelweispun akan mati. Edelweis hanyalah sebuah simbol karena hanya Tuhan yang abadi. Ibarat Edelweis, ia telah menemukan keabadiannya bersama Tuhan. Namun bagi kita yang masih melanjutkan kehidupan, kita dinasihati agar memiliki kehidupan yang kuat meski dalam situasi yang sulit, setia mengabdi meski di tempat yang sukar, memberi teladan dan selalu menginspirasi banyak orang. Setiap perbuatan yang kita lakukan kelak menyertai kita sampai pada kematian. Kekasih kita ini telah pergi untuk selamanya. Ia telah menuntaskan tanggung jawabnya sebagai ayah dan guru. Namanya akan selalu hidup dalam sanubari. Baktinya akan terukir dihati. Ia yang telah menjadi pelita dalam kegelapan pendidikan. Embun penyejuk di hati setiap anak didik yang selalu haus benih ilmu dan iman. Ia bukan saja suami, ayah bagi anak-anak, guru bagi anak didik, tapi juga orang tua dalam pelayanan. Ia Edelweis yang indah yang pernah Tuhan tempatkan di tengah-tengah kita untuk memberi pelajaran dan teladan tentang kesetiaan melayani, ketulusan mengabdi, kesungguhan bekerja keras. Seperti edelweiss yang memiliki cinta abadi sang pencipta maka demikianpun kita yang ditinggalkan hendaknya memiliki pengharapan dan iman di dalam Tuhan. Tuhan memelihara, menghibur dan menguatkan keluarga yang berduka. Tetaplah berharap pada Tuhan. Ingatlah janji Tuhan “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan”. Tuhan memberkati.
Namundukacita dari dunia menghasilkan kematian. Ada satu macam dukacita yang membawa kepada keputus-asaan. Yakni dukacita yang dari dunia, itu membawa pada kematian. Itu tidak akan membawa kita ke mana-mana. Jadi bukan semua bentuk dukacita adalah dukacita yang membawa kebahagiaan. Hampir semua dukacita di dunia tidak membawa kebaikan apa pun.
- Berikut ini naskah khutbah Jumat yang membahas tentang 'Bakti Seorang Anak kepada Orang Tua yang Telah Meninggal'. Sebagai seorang anak, kita wajib berbakti kepada orang tua. Berbakti kepada orang tua tidak hanya bisa dilakukan selagi mereka hidup. Walapun orang tua sudah meninggal, kita dapat mengirimkan doa kepada mereka. Dikutip dari laman Pondok Pesantren dengan judul asli Khutbah Jumat Berbakti kepada Orang Tua yang Telah Meninggal yang disusun oleh Nur Muhammad Alfatih. Baca Juga Khutbah Jumat 2022 Tips agar Hidup Menjadi Nyaman, Perbanyak Sholawat Khutbah I اَلْحَمْدُ للهِ الْقَائِلُ وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ قَضَى بِعِبَادَتِهِ وَبِرُّ الْوَالِدَيْنِ . وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَامُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرُ مَنْ اَرْشَدَ النَّاسَ إِلَى الْبِرِّ وَحُسْنُ الْخُلُقِ . صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ Para hadirin jamaah sholat jumat yang dirahmati oleh Allah SWT. Orang tua menjadi sebab hidup dan wujudnya seorang anak di dunia. Peran orang tua sangat besar dalam mewarnai hidup anaknya. Maka kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk selalu berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam al-Quran surah al-Isra' ayat 23, Editor Wilda Wijayanti Sumber Tags Terkini
BacaJuga. RENUNGAN PENGHIBURAN 40 HARI: BERHARAP DAN MENGANDALKAN TUHAN (Yeremia 17:7-8) PEMBUKAAN PELAYANAN: GOD IS GOOD ALL THE TIME (Mazmur 105:1-6) LIDAH DAN TELINGA SEORANG MURID (Yesaya 50:4-11) Pembacaan Firman Tuhan ini menghibur dan menguatkan kita untuk bersyukur walaupun mengalami
Pertanyaan JawabanKematian orang tua atau anggota keluarga lainnya sangat membebani orang Kristen. Meskipun orang yang meninggal percaya Yesus, mengucapkan selamat tinggal masih tetap sulit, terutama jika kepergiannya secara tiba-tiba. Berduka atas kematian anggota keluarga kita memang patut; Kristus Sendiri meneteskan air mata di kubur teman-Nya, Lazarus Yohanes 1135. Alkitab memberi penghiburan, dan sebagai orang Kristen kita mendapatkan penghiburan bahkan di tengah kehilangan orang yang begitu dekat dengan kita. Di tengah kehilangan orang tua Kristen, penghiburan terbesar bagi orang percaya adalah harapan dan keyakinan bahwa hubungan kita dengan orang tua tidak berakhir di kuburan. Orang Kristen yang kehilangan orang tuanya yang percaya memperoleh kelegaan dalam janji bahwa kelak kita akan bertemu kembali di surga. Orang tua kami sedang bersama Kristus, menikmati sukacita-Nya 2 Korintus 58. Pada waktu kebangkitan orang mati, semua orang yang menerima Kristus akan dimuliakan dan diberi tubuh yang kekal 1 Korintus 1542-44; Yohanes 1125. Bagi orang Kristen, Kristus telah menaklukkan kematian! Sebagaimana Paulus menulis dalam 1 Korintus 1554-57, "'Maut telah ditelan dalam kemenangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?' Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." Kehilangan orang tua lebih sulit jika kita tidak yakin akan keselamatan jiwa orang tua kita. Namun kita masih tetap dapat berpegang pada janji Allah dan mencari penghiburan-Nya. Kita menanti kalanya ketika segala sesuatu diciptakan baru, dan kita percaya bahwa Ia adil dan baik. Allah yang diajarkan dalam Alkitab menghibur mereka yang menderita dan memulihkan mereka yang sakit hati Yeremia 1714; 2 Korintus 13-4; 76. Ia adalah "Bapa bagi anak yatim" Mazmur 685. Ketika kita berduka atas kematian orang yang kita kasihi, Allah menyediakan damai-Nya. Di tengah perkabungan kita, kita dapat mengenali penyertaan Allah bersama kita; bahkan di dalam kesedihan, kita dapat mendekat pada-Nya dalam doa dan penyembahan. Sebagai orang percaya, kita tidak perlu berduka sendiri. Kita mempunyai orang lain dalam Tubuh Kristus yang membantu menanggung beban kita, mengurangi kepedihan kita, dan 'menangis dengan orang yang menangis' Roma 1215. Kehilangan orang tua memang sangat menyakitkan, terutama karena mereka memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan kita. Orang tua kita-lah yang menghibur ketika kita menderita, dan kehilangan mereka seolah-olah terasa bahwa kita kehilangan penyangga stabilitas emosional kita. Namun, kita dihibur oleh pengertian bahwa kelegaan orang Kristen tidak dibatasi oleh lengkapnya keluarga kita; Allah Sang Pencipta, yang mengenal kita jauh lebih baik dari pengenalan kita akan diri sendiri, memahami penderitaan kita dan berhasrat untuk menumbuhkan kita, memulihkan kita, dan memberi damai-Nya. English Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia Bagaimana orang percaya memperoleh penghiburan ketika orang tuanya meninggal?
Kuncijawaban kuis logo kuis logo indonesia kuis logo kodelokus fun. Undian kuis berhadiah dan kuis online langsung dapat hadiah uang tunai voucher belanja dan handphonetantangan tebak gambar berhadiah 500rb setiap bulan. Game Tebak Gambar Di Ig Story Tebak Gambar Kuis gambar natal ini, seperti semua kuis ahaslides, beroperasi 100%Oleh Agape Ndraha, staf Sekolah Athalia “Jangan sedih, dia sudah bahagia di surga…” adalah kalimat penghiburan yang sering terucap. Apakah orang percaya tidak seharusnya bersedih ketika menghadapi kematian orang yang dikasihi? Bagaimanakah seorang beriman seharusnya menghadapi dukacita? Sejak masa Perjanjian Lama sebenarnya sudah dikenal tradisi ratapan ketika seseorang meninggal. “Kemudian matilah Sara…lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya Kejadian 232. Penelitian empiris dalam dunia psikologi menemukan bahwa seorang yang mengalami kehilangan akan lebih mampu mengatasi dukacitanya bila kepedihan hati diberi ruang dan dibiarkan berproses baca artikel berjudul “Memahami Dukacita”. Kehilangan bukanlah peristiwa sehari-hari yang bisa dihadapi dengan hati ringan, karena hidup tidak lagi sama. Maka wajar bila kita berduka. Dalam Roma 1215, Rasul Paulus menulis, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” Paulus mengetahui bahwa dalam kondisi tertentu dukacita tidak bisa dihindari dan menangis adalah respons natural. Orang percaya diperbolehkan menangis. Orang percaya juga diminta untuk menopang mereka yang berduka, dengan cara menangis bersama mereka. Di sisi lain, Paulus mengingatkan bahwa dukacita orang beriman berbeda karena orang Kristen memiliki harapan. “Selanjutnya kami tidak mau saudara-saudara bahwa kamu tidak mengetahui mengenai mereka yang meninggal, supaya kamu tidak berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan” 1 Tesalonika 413. Dalam teks asli Alkitab, Paulus menggunakan kata yang bermakna “tertidur” untuk menggambarkan seseorang yang telah meninggal. Paulus ingin menekankan bahwa orang percaya hidup dalam penantian akan kedatangan Yesus yang kedua kali. Mereka yang meninggal tidak hilang begitu saja, melainkan akan dibangkitkan kembali saat Yesus datang, bagai orang yang sedang tertidur kemudian akan bangun kembali. Bila saat itu tiba, kita akan bergabung bersama mereka dan tinggal selamanya bersama Tuhan dalam kemuliaan-Nya. Paulus tidak mengabaikan atau menyangkal kebutuhan akan ruang untuk emosi negatif. Paulus menekankan bahwa kematian bagi orang Kristen bersifat sementara. Tak seharusnya orang Kristen berduka tanpa batas. Dukacita orang Kristen adalah duka yang diwarnai oleh harapan. Ketika orang Kristen memahami bahwa kematian orang percaya berarti dia pulang kepada Bapa, maka di tengah dukacita tetap terpancar harapan yang memberi penghiburan sejati. Yang sering kali menjadi persoalan adalah cara kita memandang kehidupan ini. Di manakah fokus kita? Bagi Paulus, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Namun, jika dia harus hidup di dunia ini, itu berarti bekerja memberi buah Filipi 121. Paulus menjalani hidupnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara dan harus diisi dengan bekerja bagi Kristus. Dia menyadari bahwa hidupnya bukanlah miliknya, melainkan milik Kristus. Oleh karena itu, pulang ke rumah Bapa dan berada bersama-sama Dia dalam kekekalan adalah hal yang dirindukannya. Dalam buku Grief Obeserved, Lewis melukiskan bahwa seseorang bisa dengan santai terlibat dalam permainan menyusun kartu bridge hingga setinggi mungkin… satu demi satu kartu disusun ke atas diselingi tawa dan canda di antara yang bermain bersama. Suasana akan berubah drastis ketika seseorang harus bermain dengan mempertaruhkan nyawanya atau nyawa orang yang dikasihinya. Setiap kesalahan kecil yang dibuat akan menyebabkan tumpukan kartu jatuh dan konsekuensi fatal terjadi. Demikian juga kita sering kali tidak sungguh-sungguh serius menghadapi hidup. Lewis menuliskan bahwa seseorang memang kadang harus mengalami kejatuhan fatal agar bisa menemukan akal sehatnya. Jadi, bila saat ini kita menghadapi dukacita atau bergumul bersama mereka yang sedang berduka, mungkin ini momen yang dianugerahkan bagi kita untuk berhenti sejenak dan merenung… “Apa sebenarnya hakekat hidup ini?” Dalam jurnal yang berjudul “Saint Paul’s Approach to Grief Clarifying the Ambiguity”, R. Scott Sullender, seorang psikolog, penulis buku, sekaligus profesor di sebuah seminari, menuliskan bahwa dalam konteks dukacita, tiap orang membutuhkan ruang untuk mengekspresikan emosinya. Namun, dalam proses itu kita membutuhkan struktur sehingga bisa mendapatkan jeda dan penghiburan yang kita butuhkan. Struktur itu bisa kita temukan misalnya dalam ritual ibadah dan pemahaman doktrin agama. Sebagai contoh, iman akan menimbulkan kebutuhan untuk berelasi dengan Tuhan walau mungkin hanya dengan berdiam diri dan menangis dalam doa. Pemahaman doktrinal akan membuat seseorang mulai mampu berdialog dengan diri sendiri atau mungkin mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Tuhan untuk mendapatkan peneguhan iman. Ritual ibadah juga akan memberi struktur yang serupa sehingga seseorang tertuntun dalam mengelola dukacitanya lihat five stages of grief dalam “Memahami Dukacita”. Kisah Ayub adalah contoh penggambaran keterpurukan seseorang akibat dukacita yang mendalam. Bahkan, Ayub berkata lebih baik dia tidak pernah dilahirkan ke dunia ini Ayub 310-11. Dalam kepedihan hati dan kesakitan fisik, Ayub meneriakkan begitu banyak pertanyaan, bahkan menggugat Allah karena dia tidak paham alasan Tuhan menimpakan banyak musibah kepadanya. Dengan jujur Ayub mengungkapkan emosinya dan Allah membiarkannya. Namun dalam ayat-ayat yang begitu panjang dengan keluh kesah terlihat bagaimana Ayub tidak lari dari imannya pada Tuhan. Iman yang tak meredup membuat dia mengejar Tuhan untuk menemukan jawaban. Di akhir kisah Ayub, kita tahu bahwa Allah tidak menjawab pertanyaan Ayub, tetapi memberi respons yang sesungguhnya dibutuhkan Ayub. Dia membuka pengertian Ayub dan memberi diri-Nya dikenal hingga Ayub pun berkata, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Ayub bertumbuh melalui penderitaan karena iman. Bukan ketika kondisinya dipulihkan Tuhan, melainkan ketika dia bisa memandang Tuhan dengan pemahaman yang sejati. Iman menjadi mitigasi yang menghibur dan menguatkan dalam dukacita dan memberi jeda yang melegakan saat kita mengalami naik turun badai emosi. Sungguh sebuah eureka rohani ketika akhirnya kita bisa klik dengan apa yang Tuhan ingin ajarkan melalui berbagai misteri kehidupan. Dalam pelayanannya, Paulus beberapa kali menunjukkan pentingnya penghiburan di antara sesama orang percaya. Hal itu dilakukan dengan beberapa Paulus memberi dasar pengertian yang benar mengenai natur dukacita, yaitu bahwa dukacita orang Kristen adalah sementara dan ada harapan akan sukacita mendatang. 2. Paulus mendorong agar sesama orang percaya menghibur dengan kata-kata yang memberi pengharapan dalam pengetahuan tentang kebenaran. 3. Paulus menekankan pentingnya interaksi langsung antarsesama orang percaya dalam memberi penghiburan. Ketika sedang berbeban berat, Paulus sendiri merasakan bagaimana kunjungan Titus dan Timotius sangat menguatkan dirinya. Dia pun sebisa mungkin berupaya mengunjungi jemaatnya untuk menghibur dan menunjukkan kasihnya yang besar kepada mereka. Sekiranya tauratMu tidak menjadi kegemaranku maka aku telah binasa dalam sengsaraku Mazmur 11992 REHw.